Intelektual muda Tasikmalaya hari ini Selasa, 13 Maret 2018 menyuarakan aspirasinya menyikapi UU MD3. Sekitar jam 09.40 WIB di Kantor DPRD Kota Tasikmalaya Jl. RE Martadinata Kota Tasikmalaya telah dilaksanakan aksi unjuk rasa dari BEM Unsil menolak disahkannya UU MD3. Massa mahasiswa meminta agar DPRD melaksanakan sidang parlemen dengan semua Komisi. Akai unjuk rasa diikuti oleh kurang lebih 80 orang, selaku penanggung jawab Sdr.Hilma Faniaar Rohman.
Masa aksi diterima di depan pintu gerbang kantor DPRD Kota Tasikmalaya oleh :
1. Sdr. Agus Wahyudin (Ketua DPRD Kota Tasikmalaya)
2. Sdr H.Dayat Komisi 1
3. Sdr. Tatang mutiara Komisi 2
4. Sdr. Ade Lukman
5. Sdr. Ihwan Shafa
6. Sdr. Dodo Rosada Komisi 1
7. Sdr. Anang Safaat
Adapun aspirasi yang disampaikan oleh massa aksi adalah :
1. Menekan Presiden untuk mengeluarkan Perpu untuk Revisi UU MD3;
2. Menolak Revisi UU MD3 karena akan terjadi penyalahgunaan wewenang;
3. Menolak Revisi UU MD3 karena sangat kontradiktif dengan Demokrasi serta UU No.9 Tahun 1998;
4. Menolak revisi UU MD3 mengenai penambahan kuota Wakil Ketua MPR, DPR dan DPD;
5. Mendesak DPRD dan semua Fraksi yang ada di Tasikmalaya untuk menolak Revisi UU MD3.
Beberapa hal yang menarik untuk dikritisi adalah :
1. Pemanggilan paksa yang dilakukan DPR dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
2. Langkah hukum terhadap siapapun yang merendahkan kehormatan DPR;
3. Pemanggilan dan permintaan keterangan anggota DPR harus mendapat persetujuan tertulis Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD);
4. Adanya penambahan sebanyak satu kursi pimpinan di DPR, satu kursi di DPD dan tiga kursi di MPR.
Sekitar jam 10.30 WIB salah satu perwakilan masa aksi menyampaikan orasi kekecewaan pengesahan MD3 yang intinya menyampaikan :
1. Hak imunitas terhadap anggota DPR yang tertuang dalam pasal 245 yang berbunyi,
“setiap aparat penegak hukum yang berniat memeriksa anggota dewan dalam kasus tindak pidana harus mendapat izin presiden dan atas pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan”
Yang mana Mahkamah Kehormatan Dewan itu sendiri diisi oleh DPR, pasal tersebut berpotensi mempersulit upaya penegakan hukum/ menghambat proses hukum jika anggota DPR berindikasi melakukan tindak pidana seperti korupsi maupun lainnya.
2. Pada pasal 73 ayat 4 yang berbunyi, “DPR dapat melakukan panggilan paksa jika pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat tidak memenuhi panggilan selama 3 kali berturut-turut, DPR dapat melakukan pemanggilan secara paksa dengan menggunakan Kepolisian. Serta memberikan kewenangan untuk menyandera paling lama 30 hari setelah pemanggilan paksa”.
Pemanggilan paksa yang dilakukan oleh DPR secara substansi bahwa DPR pun menjadi lembaga peradilan yang berhak melakukan penegakan hukum secara parsial. Apabila wewenang ini disalahgunakan oleh DPR, tidak menutup kemungkinan bahwa DPR bisa menjadi lembaga superior yang turut ikut campur dalam melaksanakan fungsi peradilan.
3. Pasal 122 huruf k yang berbunyi, “Mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan.
Sekitar jam 10.50 Wib Ketua DPRD (Agus Wahyudin) menyampaikan pada intinya menerima aspirasi dari rekan mahasiswa BEM Unsil. DPRD Kota Tasikmalaya adalah merupakan bagian dari MD3 tapi bukan bagian dari revisi MD3. Sehubungan UU ini telah disayhkan maka mekanisme gugatan hanya memungkinkan lewat gugatan di Mahkamah Konstitusi. Suara penolakan di daerah mudah-mudahan menjadi pertimbangan di pusat.
Sekitar jam 11.00 WIB masa aksi beserta anggota dewan membuat surat pernyataan penolakan MD3 yang ditandatangi oleh Ketua DPRD Kota Tasikmalaya dengan BEM Unsil.