Dalam rukun Islam, Shalat menempati urutan ke dua setelah syahadat disusul zakat, puasa dan ibadah haji. Hal tersebut disampaikan Ustadz Asep Astri dari Kec.Purbaratu Kota Tasikmalaya saat menjadi penceramah pada pengajian rutin setiap Kamis padi di Polres Tasikmalaya Kota pada Kamis, 29 Maret 2018.
Dalam analogi menggenggam gelas, Ustad Asep mencontohkan jari kita yang lima ini sebagai rukun iman, dimana ibu jari diposisikan sebagai rukun iman yang pertama disusul jari lainnya.
Saat jari kelingking yang diibaratkan sebagai ibadah haji dilepas, maka gelas masih tetap terpegang. Gelas tidak jatuh air tidak tumpah. Artinya bahwa ibadah haji bila tidak dilakukan maka tidak merusak kualitas agama seorang muslim. Ibadah haji ini telah diisyaratkan oleh agama dilakukan bagi yang telah mampu. Mampu secara jasmani dan rokhani serta finansial.
Selanjutnya jari manis yang mewakili rukun islam berupa puasa saat diangkat dari menggenggam gelas maka tidak ada kejadian membahayakan. Ibadah puasa memang telah diwajibkan bagi muslim yang beriman, dengan catatan orang tersebut dalam keadaan sehat dan tidak terhalang dengan kondisi tertentu. Pun bila tidak mampu melaksanakannya dapat diganti dengan sejumlah uang atau makanan yang diatur dalam ketentuan khusus.
Zakat, pemberian sebagian kecil harta kepada yang berhak diwakili oleh jari tengah. Bila jari ini diangkat saat memegang gelas, maka gelas tetap aman, tidak jatuh airnya tidak tumpah. Zakat itu sendiri telah diatur ketentuannya mengenai berapa jumlah harta yang masuk kategori wajib zakat dan berapa persen dari jumlah harta yang harus dikeluarkan.
Namun saat jari telunjuk yang mewakili Shalat diangkat dari pegangan gelas, maka bencana timbul. Bila Shalat tidak dilaksanakan, maka jatuhlah gelas dan air tumpah kemana-mana. Artinya bila Shalat tidak dilaksanakan maka rusaklah agama, sesuai dengan bunyi sebuah hadist. “Shalat adalah tiang agama, barang siapa mengerjakannya maka Ia tengah mengokohkan agama, dan barangsiapa yang meninggalkannya, maka Ia telah meruntuhkan agama”.
Untuk itu semestinya sebagai muslim yang beriman harus selalu mengutamakan Shalat, jaga betul konsistensi dan kualitasnya. Usahakan Shalat tepat waktu, karena bila dianalogikan, kualitas Shalat awal dan akhir waktu bagaikan makanan baru dan makanan sisa. Tentunya seorang muslim lebih memilih makanan baru dibandingkan dengan makanan sisa orang apalagi bekas. Demikian pula dengan Shalat.
Dalam momentum bulan Rajab yang dikenal sebagai bulan turunnya perintah Shalat lima waktu bagi seorang muslim, maka inilah saat yang tepat untuk mengingat kembali arti pentingnya Shalat lima waktu. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk-Nya agar kita selalu tunduk dan patuh terhadap perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Amiiin Ya Rabbal Alamin.