Opini oleh : Dani Kamaludin
Hoax dalam KBBI artinya “berita bohong” merupakan persoalan dan penyakit masyarakat yang sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga zaman now. Jika diasumsikan setiap sesuatu yang ada pada zaman nabi adalah Sunnah, dan yang tidak ada pada zaman Nabi adalah Bid’ah, maka hoax akan dianggap sesuatu yang Sunnah karena ada sejak zaman nabi.
Dari sini dapat dipahami bahwa ternyata kata Sunnah tidak mesti dikonotasikan sebagai sesuatu yang positif. Jadi tidak usah klepek-klepek dengan sesuatu yang berlabel Sunnah (secara Bahasa), begitu pula tidak perlu alergi dengan kata Bid’ah. Karena ternyata kata Bid’ah tidak selalu dikonotafsikan dengan sesuatu yang negatif, karena ada juga Bid’ah yang Hasanah.
Apakah Sunnah nabi ada yang negatif? Pertanyaan ini adalah sebuah kekeliruan yang muncul sebagai akibat kesalahan dalam mendefinisikan Sunnah sebagai sesuatu yang ada pada zaman Nabi.
Lalu bagaimana mendefinisikan Sunnah itu ?
Dalam kitab Risalah Ahlusunnah Wal Jamaah, Hadratussyaikh Hasyim As’ary mendefinisikan Sunah dengan jalan yang diridhoi oleh Allah SWT yang menjadi pijakan dalam agama, dan telah ditempuh oleh Rasullullah atau orang yang menjadi panutan dalam agama seperti para sahabat.
Dari definisi itu dapat kita fahami beberapa hal :
- Tidak setiap yang ada pada masa Nabi itu disebut Sunnah, karena Sunnah dibatasi dengan sesuatu yang diridhoi oleh Allah SWT;
- Tidak setiap yang pernah dilakukan oleh Nabi harus diikuti, karena ada sesuatu yang boleh tidak diikuti. Misalnya Nabi memiliki lebih dari 4 orang istri dalam satu masa, selain itu ada beberapa hal yang dilakukan Nabi namun hal itu boleh diikuti atau tidak. Misalnya dalam Hadist Muslim No.2337 dari Bara’ bin Azib, “Rambut Rasullulah sampai mengenai kedua bahunya”, artinya rambut Nabi panjang;
- Sunnah tidak selalu tertuju dengam hal yang pernah dilakukan Nabi, bisa juga pernah dilakukan oleh sahabat, seperti Adzan Jum’at menjadi dua semenjak masa Utsman Bin Affan.
(Bagian pertama dari dua tulisan)